• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
11 Oct

Memahami Pengertian dan Dampak Kecemasan dalam Kehidupan Sehari-Hari

by Joshua Michael Ahuluheluw, M.Psi., CMHA

Hai, Socconians!

Pada artikel kali ini, kita sama-sama akan pahami pengertian dari kecemasan. Selain itu, kita perlu tahu dampak kecemasan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kecemasan merupakan salah satu gangguan kesehatan mental yang sering terjadi di dalam kehidupan manusia. Menurut publikasi dari World Health Organization (2017), kecemasan adalah gangguan mental terbesar kedua di dunia. Di Indonesia sendiri, penderita gangguan kecemasan diperkirakan mencapai 3.3% dari total populasi penduduknya atau setara dengan 8.114.774 orang. Banyak dari kita mendengar istilah kecemasan ini, namun tahukah kamu pengertian dari kecemasan itu sendiri?

American Psychiatric Association (2013) mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah antisipasi terhadap ancaman yang akan hadir di masa depan. Upaya ini selalu diasosiasikan dengan rasa waspada sebagai persiapan terhadap bahaya di masa akan datang serta perasaan hati-hati atau perilaku menghindar. Seirama dengan penjelasan sebelumnya, Swift, Cyhlarova, Goldie, & O'Sullivan (2014) menjelaskan kecemasan sebagai seperangkat emosi yang memfasilitasi fungsi positif dalam memberikan peringatan pada manusia terhadap sebuah situasi atau kondisi yang berpotensi bahaya. Lebih lanjut, emosi ini menolong manusia untuk mengevaluasi berbagai ancaman sehingga mampu memunculkan respons yang sesuai untuk mengatasinya.

Kedua pengertian di atas mungkin membuat Socconians bingung bahkan bertanya-tanya, “Bukannya kecemasan selalu dianggap negatif, ya?” Rupanya kecemasan tidak selalu negatif lho. Kecemasan sendiri memberikan kita "alarm" agar bisa menyiapkan diri dengan potensi yang dapat mengancam kesehatan mental kita.

Beesdo, Knappe, & Pine (dalam Munro, 2017) mengungkapkan bahwa kecemasan itu terjadi secara alamiah di dalam tubuh, yang seharusnya bersifat baik, adaptif, dan non-patologis (bukan gangguan penyakit). Apabila respons tubuh ini terlalu berlebihan maka akan menimbulkan dampak negatif pada tubuh kita serta perlu diatasi dengan segera. Ada pun respons tubuh yang dimaksudkan antara lain (Maramis, 1990; Nevid, Rathus, & Greene, 2005) :

  1. Gejala fisik : pusing atau sakit kepala, kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang (gangguan kardiovaskular), merasa lemas, panas dingin, gangguan tidur, gangguan seksual, gangguan makan, dan gangguan pada sistem pencernaan.
  2. Gejala behavioral/perilaku : berperilaku menghindar, terguncang, hingga kebergantungan dengan seseorang, atau objek tertentu.
  3. Gejala kognitif/pikiran : khawatir tentang sesuatu, adanya ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi, mudah marah atau tersinggung, menurunnya motivasi dalam bertindak, sering merasa tegang (susah untuk santai dan beristirahat).

Tentunya berbagai respons tubuh tersebut memiliki tingkatan yang berbeda-beda dan perlu diperiksa lebih lanjut oleh professional.

Melalui artikel ini, Social Connect ingin mengajak kita semua untuk menyadari bahwa kecemasan itu hadir secara alamiah, tidak salah dan bukanlah masalah. Bahkan kehadirannya pun sangat wajar, asal tidak berlebihan. Kecemasan pun dapat menjadi motivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan pribadi serta kreativitas.

Referensi

Penulis: Joshua Michael Ahuluheluw, M.Psi., CMHA

Editor Tata Bahasa: Joshua Michael Ahuluheluw, M.Psi., CMHA

Sumber Tulisan :

  1. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorder Edition “DSM-5”. Washinton DC: American Psychiatric Publishing.
  2. Maramis WF. (1990). Catatan Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
  3. Munro MA. (2017). The Treatment of Youth Anxiety : Historical and Current Narratives. Diakses dari laman web http://access-mentalhealth.ca pada tanggal 2 April 2021.
  4. Nevid JS, Rathus SA, & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
  5. Swift P, Cyhlarova D, Goldie I, & O'Sullivan C. (2014). Living with Anxiety : Understanding the role and impact of anxiety in our lives. Diakses dari laman web https://www.mentalhealth.org.uk pada tanggal 2 April 2021.
  6. World Health Organization. (2017). Depression and Other Common Mental Disorders: Global Health Estimates. Diakses dari laman web https://apps.who.in pada tanggal 2 April 2021.

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.