• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
27 Jul

Yuk, Belajar Lebih dalam Tentang OCD

by Abdul Malik

Hai, Socconians!

Kali ini, Social Connect membahas mengenai gangguan kesehatan mental, yaitu OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) yang merupakan gangguan mental ketika seseorang memiliki pikiran berlebihan (obsesif) dan melakukan perilaku secara berulang (kompulsif) untuk mengatasi pikiran tersebut. Pikiran berlebihan dan perilaku yang berulang bahkan tidak dapat dikendalikan oleh seseorang dengan OCD. Oleh karena itu, kita perlu belajar dan mengenal lebih dekat karena siapa tahu diri atau kerabat kita memiliki gejala gangguan OCD ini, sehingga dapat dengan cepat ditangani oleh bantuan professional.

Gejala Umum OCD

Beberapa gejala OCD sebenarnya cukup banyak. Namun, berbagai gejala OCD selalu disertai dengan dua hal, yaitu:

1. Obsessive

Pikiran berlebihan yang tidak mampu dikontrol sehingga menyebabkan kecemasan dan rasa takut. Pikiran yang berlebihan dan terus-menerus ini dapat berupa berbagai macam hal, seperti memiliki pikiran dan kekhawatiran berlebihan mengenai kondisi diri yang selalu kotor.

2. Compulsive

Melakukan kegiatan yang berulang untuk mengatasi kecemasan akibat adanya pikiran atau kekhawatiran yang berlebihan. Perilaku kompulsif dapat bermacam-macam, tergantung dari pikiran obsesif yang dimiliki. Beberapa di antaranya seperti mengecek kembali ataupun bertanya pertanyaan yang sama berulang-ulang. Beberapa bentuk kompulsi lainnya adalah selalu mencuci tangan sesering mungkin.

Beberapa Subtipe OCD

Terdapat beberapa subtipe OCD nih, Socconians! Beberapa subtipe OCD di bawah ini adalah tipe yang umum dan banyak dimiliki oleh sebagian besar individu dengan OCD, tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat obsesi dan perilaku kompulsif lainnya yang tidak disebutkan. Beberapa subtipe OCD yang sering kali dimiliki adalah sebagai berikut:

  1. Obsesi dengan kebersihan (Washing)
  2. Obsesi dengan menumpuk barang dan tidak rela membuang barang tersebut (Hoarding)
  3. Obsesi dengan kerapian dan beberapa barang harus disusun rapi (Symmetry)
  4. Obsesi berpikir dan selalu mengecek beberapa hal (Checking)
  5. Obsesi dengan merasa dalam keadaan bahaya (Harm obsession)
  6. Obsesi dengan suatu hal yang ada di pikiran, namun tanpa perilaku atau kompulsif yang dilakukan berulang-ulang (Obsession without Compulsions)

Berdasarkan beberapa jenis OCD tersebut, beberapa orang dapat memiliki lebih dari satu subtipe. Oleh karena itu, penanganan pada individu dengan OCD akan menyesuaikan subtipe ataupun gejala yang ditunjukkan individu tersebut.

Bagaimana Mendiagnosis Gangguan OCD?

Memberikan diagnosis pada seseorang perlu mempertimbangkan banyak hal. Oleh karena itu, hal ini hanya dapat dilakukan oleh psikolog atau psikiater dengan sertifikasi profesi yang jelas. Nah, beberapa metode diagnostik yang biasanya digunakan oleh psikiater maupun psikolog dalam memberikan diagnosis gangguan OCD adalah:

  1. Melakukan deskripsi atau anamnesa klinis untuk menentukan kriteria diagnosis. Beberapa kriteria untuk menentukan diagnosis menggunakan DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-5) oleh American Psychiatric Association (APA), ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems) oleh World Health Organization (WHO), ataupun PPDGJ-III (Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa). Dalam memberikan diagnosis, selain melakukan anamnesa klinis, tenaga kesehatan juga biasanya juga menggunakan berbagai alat ukur psikologis/psikiatri, seperti Y-BOCS list (Yale Brown Obsessive Compulsive) untuk mengukur tingkat keparahan dari gangguan OCD.

  2. Melakukan wawancara lanjutan dengan keluarga, teman, dan kerabat dari individu yang menunjukkan gejala OCD dalam menentukan apakah individu tersebut dapat diberikan diagnosa OCD atau mungkin mengalami gangguan yang mirip, misalnya seperti fobia spesifik.

Penanganan OCD

Lalu, apa yang dapat kita lakukan ketika kita memiliki OCD? Namun, penting untuk tidak mendiagnosis dirimu sendiri, ya. Kamu atau kerabatmu yang memiliki gejala OCD harus mengunjungi psikolog atau psikiater untuk melakukan konseling terkait gejala OCD yang mungkin kamu alami.

Beberapa cara yang dapat dilakukan ketika memiliki gejala OCD yang mengganggu keberfungsian sehari-hari adalah sebagai berikut:

  1. Usahakan menjauhi pemicu (triggers) yang menimbulkan pikiran berlebih atau obsesif.
  2. Meningkatkan dan memperbaiki manajemen diri. Manajemen diri merupakan kemampuan individu untuk mengelola gejala seperti mengetahui perubahan fisik dan psikologis ketika merasa gejala OCD muncul. Tentunya manajemen diri dapat berjalan dengan lebih baik ketika mendapat dukungan sosial dari keluarga dan tenaga medis.
  3. Menjalani terapi CBT dari psikolog atau psikiater. Terapi CBT memiliki beberapa sesi sesuai dengan gejala dan kondisi gangguan OCD pada tiap orang. Terapi CBT meliputi asesmen dan diagnosis, pendekatan kognitif, penetapan status, fokus terapi, intervensi tingkah laku, perubahan cara berpikir dan mencegah terjadinya relapse.
  4. Terapi menggunakan obat yang bertujuan untuk mengurangi gejala yang timbul. Ingat bahwa kita perlu mengetahui dosis dan aturan pakai saat ingin mengkonsumsi obat. Oleh karena itu, terapi dengan obat harus berdasarkan anjuran dan resep dokter spesialis jiwa (psikiater).

Bagaimana Socconians, sudah mengenal apa itu OCD? Perlu diingat bahwa OCD merupakan gangguan mental yang dapat secara signifikan mengganggu keberfungsian sehari-hari. Oleh karena itu, jika Socconians merasa mengalami masalah yang telah mengganggu rutinitas sehari-hari, segera kunjungi tenaga kesehatan mental, ya!

Referensi

Penulis: Abdul Malik

Editor-in-Chief: Aniesa Rahmania Pramitha Devi

Editor Medis: Astridiah Primacita Ramadhani, S.Psi

Editor Tata Bahasa: Finda Rhosyana

Sumber Tulisan :

  1. American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Pub.
  2. Barlow, J.H., Ellard, D.R., Hainsworth, J.M., Jones, F.R. and Fisher, A., 2005. A review of self‐management interventions for panic disorders, phobias and obsessive‐compulsive disorders. Acta Psychiatrica Scandinavica, 111(4), pp.272-285.
  3. DeMonaco, H.J. and von Hippel, E., 2007. Reducing medical costs and improving quality via self-management tools. PLoS Med, 4(4), p.e104.
  4. Goodman, W.K., Rasmussen, S.A., Price, L.H., Mazure, C., Heninger, G. and Charney, D., 1991. Yale-brown obsessive compulsive scale (Y-BOCS). Verhaltenstherapie, 1(3), pp.226-33.
  5. Leckman, J.F., Denys, D., Simpson, H.B., Mataix‐Cols, D., Hollander, E., Saxena, S., Miguel, E.C., Rauch, S.L., Goodman, W.K., Phillips, K.A. and Stein, D.J., 2010. Obsessive–compulsive disorder: a review of the diagnostic criteria and possible subtypes and dimensional specifiers for DSM‐V. Depression and anxiety, 27(6), pp.507-527.
  6. McKay, D., Abramowitz, J.S., Calamari, J.E., Kyrios, M., Radomsky, A., Sookman, D., Taylor, S. and Wilhelm, S., 2004. A critical evaluation of obsessive–compulsive disorder subtypes: symptoms versus mechanisms. Clinical psychology review, 24(3), pp.283-313.
  7. Puspitosari, W.A., 2016. Terapi Kognitif dan Perilaku pada Gangguan Obsesif Kompulsif. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 9(2), pp.73-79.
  8. Rodgers, S., Ajdacic-Gross, V., Kawohl, W., Müller, M., Rössler, W., Hengartner, M.P., Castelao, E., Vandeleur, C., Angst, J. and Preisig, M., 2015. Comparing two basic subtypes in OCD across three large community samples: a pure compulsive versus a mixed obsessive–compulsive subtype. European archives of psychiatry and clinical neuroscience, 265(8), pp.719-734.
  9. Suryaningrum, C., 2013. Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk mengatasi gangguan obsesif kompulsif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(1), pp.1-11.

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.