• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
22 Jul

4 Hal yang Perlu Kamu Ketahui tentang Cyber Bullying

by Melania Shinta

Halo, Socconians!

Ingatkah kamu bahwa di penghujung tahun 2019, jagat hiburan musik K-Pop dikejutkan dengan berita memilukan akan kematian penyanyi Sulli? Sulli adalah mantan personil grup musik F(x) yang diduga melakukan aksi bunuh diri karena menderita gangguan kesehatan mental akibat perundungan siber. Apakah Socconians pernah mendengar istilah perundungan siber?

Perundungan siber atau cyber bullying adalah tindakan agresi yang dilakukan dengan sengaja dan berulang melalui media perangkat digital. Sama halnya dengan perundungan tradisional atau langsung, cyber bullying dilakukan dengan tujuan membuat korban merasa malu, terluka, dan tidak berdaya. Hal ini memberikan kepuasan tersendiri bagi pelaku. Bentuk agresinya adalah unggahan pesan, baik teks, gambar, atau video yang bernada menyerang atau mengancam. Oleh karena itu, cyber bullying merupakan fenomena yang sangat erat kaitannya dengan meningkatnya penggunaan media daring sebagai moda berbagi informasi masa kini. Ingin lebih memahami tentang cyber bullying? Yuk, baca lebih lanjut di bawah ini!

1. Kekuatan pelaku cyber bullying bersumber dari anonimitas.

Satu hal yang paling khas dari cyber bullying adalah tindakan ini dapat dilakukan secara anonim, yaitu tanpa mengungkap identitas asli pelaku. Dunia maya yang mengizinkan para penggunanya memakai persona buatan hingga akun palsu membuat pelaku dan korban cyber bullying tidak harus bertemu bahkan mengenal satu sama lain. Hasil penelitian Ybarra dan Mitchell (2004) menunjukkan hanya 31% korban cyber bullying yang mengetahui siapa penganiaya mereka sebenarnya. Selain itu, dunia maya seolah memberikan ruang bagi siapapun untuk berekspresi lepas dari norma sosial dengan membagikan konten apapun yang mereka mau, meskipun hal tersebut dapat merugikan orang lain.

2. Tidak mengenal batasan jarak dan waktu.

Dengan teknologi dalam genggaman tangan kita, cyber bullying dapat terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Jika perundungan tradisional membutuhkan kedekatan fisik antara pelaku dan korbannya, tidak demikian halnya dengan cyber bullying. Contohnya adalah kasus aktris Korea Han So Hee yang kebanjiran komentar pedas dari warganet Indonesia karena perannya yang antagonis di serial drama The World of the Married. Tanpa harus ke Korea Selatan, netizen Indonesia bisa beramai-ramai menyerang Han So Hee melalui kolom komentar akun media sosialnya baik siang maupun malam. Kasihan sekali, ya.

3. Lebih marak terjadi di usia remaja.

Jika perundungan tradisional dapat terjadi sejak usia kanak-kanak, cyber bullying cenderung dimulai di kemudian hari, yaitu pada masa remaja. Saat remaja, akses terhadap perangkat elektronik dan media daring mulai meningkat karena kebutuhan belajar maupun interaksi dengan teman sebaya. Ditambah lagi, penggunaan telepon seluler juga dianggap sebagai sebuah simbol status sosial dan ruang pribadi bagi remaja untuk bebas dari pantauan orang tua. Hasil berbagai penelitian menyimpulkan bahwa 20% hingga 40% remaja mengaku pernah menjadi korban cyber bullying, dengan laporan tertinggi terjadi di bangku SMP atau di bawah 17 tahun.

4. Merupakan cerminan masalah kehidupan sosial.

Kehidupan sosial yang problematik adalah salah faktor resiko pelaku perundungan, termasuk dalam kasus cyber bullying. Sering kita dapati bahwa pelaku penganiayaan sebenarnya adalah orang-orang yang terlukai di sisi kehidupannya yang lain. Lima puluh satu persen pelaku cyber bullying mengaku bahwa diri mereka sendiri adalah target atau korban perundungan secara langsung. Hal ini mengingatkan kita bahwa perundungan adalah fenomena yang dinamis dan kompleks, di mana peran pelaku-korban dapat berubah sewaktu-waktu. Seseorang yang menjadi korban perundungan dapat menjadi pelaku di situasi yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, baik pelaku dan korban perundungan sama-sama membutuhkan perhatian dan penanganan khusus agar masalah ini tidak menjadi suatu siklus tak berujung.

Nah, Socconians, saat ini kita telah mengetahui beberapa fakta terkait cyber bullying. Semoga informasi ini membuat kamu lebih paham dan mampu berempati pada korban maupun pelaku cyber bullying, ya, karena keduanya sama-sama rentan mengalami dampak buruknya terhadap kesehatan mental. Yuk, kita sebagai Socconians harus semakin bijak dalam menggunakan perangkat elektronik dan saling menjaga orang-orang di sekitar kita agar terhindar dari cyber bullying.

Referensi

Penulis: Melania Shinta

Editor-in-Chief: Zimi

Editor Medis: Rifsiana Putri S. S. Psi

Sumber Tulisan:

  1. Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2006). Bullies move beyond the schoolyard: A preliminary look at cyberbullying. Youth violence and juvenile justice, 4(2), 148-169.
  2. Olweus, D. (2012). Cyberbullying: An overrated phenomenon?. European journal of developmental psychology, 9(5), 520-538.
  3. Willard, N. E. (2007). Cyberbullying and cyberthreats: Responding to the challenge of online social aggression, threats, and distress. Research press.
  4. Ybarra, M. L., & Mitchell, K. J. (2004). Youth engaging in online harassment: Associations with caregiver–child relationships, Internet use, and personal characteristics. Journal of adolescence, 27(3), 319-336.
  5. Corcoran, L., Guckin, C. M., & Prentice, G. (2015). Cyberbullying or cyber aggression?: A review of existing definitions of cyber-based peer-to-peer aggression. Societies, 5(2), 245-255.
  6. Bradshaw, C. P., Sawyer, A. L., & O’Brennan, L. M. (2007). Bullying and peer victimization at school: Perceptual differences between students and school staff. School psychology review, 36(3), 361-382.
  7. Tokunaga, R. S. (2010). Following you home from school: A critical review and synthesis of research on cyberbullying victimization. Computers in human behavior, 26(3), 277-287.
  8. Gualdo, A. M. G., Hunter, S. C., Durkin, K., Arnaiz, P., & Maquilón, J. J. (2015). The emotional impact of cyberbullying: Differences in perceptions and experiences as a function of role. Computers & Education, 82, 228-235.
  9. Kaltiala-Heino, R., Rimpelä, M., Rantanen, P., & Rimpelä, A. (2000). Bullying at school—an indicator of adolescents at risk for mental disorders. Journal of adolescence, 23(6), 661-674.
  10. Ericson, N. (2001). Addressing the problem of juvenile bullying. US Department of Justice, Office of Justice Programs, Office of Juvenile Justice and Delinquency Prevention.
  11. Wang, C. W., Musumari, P. M., Techasrivichien, T., Suguimoto, S. P., Tateyama, Y., Chan, C. C., ... & Nakayama, T. (2019). Overlap of traditional bullying and cyberbullying and correlates of bullying among Taiwanese adolescents: a cross-sectional study. BMC public health, 19(1), 1-14.

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.